Evaluasi Efektivitas Pelatihan/Training

oleh Martin E. Susilo

Dengan semakin meningkatkan kesadaran bahwa pelatihan adalah sebuah investasi yang sangat perlu untuk perkembangan dan kemajuan perusahaan maka efektivitas atau daya pengaruh pelatihan menjadi semakin penting. Manajemen akan tidak memusingkan lagi pelatihan apakah yang akan diberikan kepada karyawan, namun mereka lebih fokus pada apakah hasil dari pelatihan, apakah pelatihan yang sudah diberikan kepada karyawan dapat memberikan perubahan pada kemajuan perusahaan. Di sini, kita akan bicara mengenai metodologi untuk mengevaluasi seberapa efektifkah pelatihan.
Seorang Donald L Kirkpatrick, Professor Emeritus, University Of Wisconsin (tempat dia meraih BBA, MBA dan PhD), pertama kali mempubilkasikan idenya tentang level evaluasi pelatihan pada tahun 1959, di sebuah artikel jurnal US Training and Development. Menurutnya, ada empat level yang harus dievaluasi untuk menentukan efektivitas suatu pelatihan.
Keempat level yang dimaksud adalah
Level “reaction”: mengenai apakah yang dirasakan dan dipikirkan peserta pelatihan tentang pelatihan yang sudah diikutinya.
Level “learning”: mengenai bagaimana perkembangan pengetahuan atau kemampuan peserta setelah mendapat pelatihan. Apakah dia menjadi semakin pintar? Apakah dia menjadi semakin termpil?
Level “behavior”: apakah terjadi perubahan sikap (menjadi lebih baik) setelah mengikuti pelatihan, apakah setelah pelatihan para peserta tidak mengulangi lagi habitus lamanya? Adakah habitus professional yang baru yang dilakukannya setelah pelatihan?
Level “result”: apakah ada dampak pelatihan pada kinerja perusahaan/organisasi?
Tidak sedikit perusahaan yang hanya melaksanakan evaluasi pada level satu dan level dua saja yaitu cukup mengetahui apakah peserta suka atau tidak dengan pelatihannya dan juga apakah peserta mengerti tidak dengan materi yang diberikan. Ketika perusahaan hanya melaksanakan eveluasi selevel ini maka tak jarang pelatihan yang dilaksanakan sebenarnya tidak efektif namun pelatihan yang sama tetap akan diberikan tahun depan. Ini namanya pemborosan bukan?
Setiap level evaluasi memiliki alatnya masing-masing, dan juga memiliki tingkat kesulitan sendiri-sendiri dalam melaksanakan pengukurannya. Level “reaction” relative lebih mudah dilaksanakan, alat yang digunakan misalnya sebuah cek list yang memuat pertanyaan seperti bagaimana pendapat peserta tentang materi, trainer, metode penyampaian, makanan, ruangan, waktu. Sementara level “learning” evaluasinya dapat dilakukan dengan memberikan pre dan post test sebelum dan sesudah pelatihan kemudian dibandingkan adakah perbedaaan atau perkembangan pengetahuan. Evaluasi pada level “behavior” dapat dilakukan dengan pengamatan/observasi setelah pelatihan pada keseharian peserta dalam menjalankan tugasnya dan juga bisa dengan wawancara. Observasi dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan habitus menjadi lebih baik. Metode ini biasanya menjadi tanggungjawab manajer. Sementara level “result” dilakukan evaluasi terhadap perubahan kinerja perusahaan misalnya membandingkan nilai omset, profit, tingkat kesalahan, waktu proses kerja, dan ROI periode sebelum dan sesudah ada pelatihan.

Gambar diambil dari oleh http://formosdesignsconsulting.com/services.htm

BAJAK - MEMBAJAK TALENT

Perang talent sudah berlangsung sejak lama. Hanya saja, intensitasnya tidak sebesar saat ini. Maka, perusahaan pun harus berjaga-jaga agar talent-nya tidak ditarik oleh perusahaan lain.
Selamat datang di era perburuan talent. Inilah era di mana talent terbaik Anda diperebutkan oleh perusahaan yang merasa kekurangan sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Situasi ini memang menyisakan ironi. Di saat angka pengangguran di Indonesia kian meningkat, di sisi lain individu yang punya talenta tinggi justru dikejar-kejar oleh puluhan perusahaan. Inilah sosok individu yang memiliki keahlian khusus, pengalaman unik, dan kompetensi yang dibutuhkan oleh perusahaan guna memenangkan persaingan di medan pertarungan bisnis.
Apa yang sesungguhnya ditawarkan perusahaan agar talent-talent terbaik ini mau bekerja di tempat mereka? Sudah pasti, iming-iming kompensasi yang menarik menjadi salah satu daya tarik – tapi bukan yang utama. Kalau yang ditawarkan hanya kompensasi, belum tentu diminati. Masih ada faktor lain yang dianggap lebih penting, di antaranya kultur perusahaan. Bagi para talent, kenyamanan kerja dan kesempatan untuk mengembangkan karier sering menjadi alasan untuk berpindah. Mereka juga memandang kebebasan berekspresi lebih penting daripada hal lain.
Barangkali, inilah yang menjelaskan mengapa banyak talenta dari perusahaan yang sudah mapan – misalnya Kai-Fu Lee dan Marc Lucovsky dari Microsoft – memilih pindah ke perusahaan yang usianya lebih muda, seperti Google. Alasan yang paling menonjol adalah: Google menawarkan kultur.
Harus diakui, perang talent paling popular terjadi di dunia olahraga. Cristiano Ronaldo dari klub sepak bola Manchester United, misalnya, hendak dipinang Real Madrid senilai 70 juta poundsterling atau setara Rp 1,26 triliun. Demikian pula Kaka dari klub AC Milan didekati Chelsea dengan nilai transfer sebesar 80 juta poundsterling atau setara Rp 1,4 triliun. Nilai tersebut memang tidak masuk akal. Tetapi di dunia olahraga, khususnya sepak bola, hal itu dianggap sah-sah saja.
Di dunia bisnis, proses bajak-membajak talent belum semenakutkan dunia olahraga. Maklum, “Profesional Indonesia belum memiliki agen yang mengatur hal tersebut,” tutur Alex Denni, Head of Consulting Group dari Dunamis Organization Services. Ke depan, ia melihat, bukan mustahil para profesional yang berkualitas tinggi pun memiliki agen khusus untuk mengurusi kontrak kerja dengan perusahaan yang mempekerjakan mereka.
Sebagaimana peradaban manusia, persaingan talent tidak muncul dengan sendirinya. Menurut Alex, ada proses yang harus dilalui. Proses itu bermula dari zaman primitif ketika keahlian manusia baru sebatas berburu dan berkumpul. “Jadi, persaingan ketika itu adalah perebutan wilayah berburu,” Alex menjelaskan. Setelah itu masuk ke era bercocok tanam, di mana orang bersaing untuk menguasai lahan pertanian. Era ini pun beralih ke zaman industri. Kali ini yang diperebutkan adalah teknologi dan modal. Dan, sekarang kita memasuki era baru yang disebut era pengetahuan (knowledge era). Sudah tentu, yang diperebutkan adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan. Nah, di era inilah kita sekarang berada. “Jadi, kita harus bersiap-siap!,” ujarnya antusias.
Kendati bajak-membajak talent di dunia bisnis belum separah dunia sepak bola, bukan berarti hal itu pantas diabaikan. “Bisnis sekarang tumbuh cepat, sehingga perusahaan membutuhkan banyak talent. Selain itu, banyak bisnis baru yang ingin mendapatkan tenaga jadi yang tinggal ambil dari pasar,” papar Direktur Human Resources (HR) dan Corporate Relations PT Unilever Indonesia Tbk. Josef Bataona. Diakuinya, saat ini jumlah permintaan terhadap talent jauh lebih besar daripada persediaannya di pasar. “Indikasi ini menandakan bahwa fokus perusahaan pada pengembangan talent belum memadai,” ungkapnya.
Ini sekaligus memperlihatkan bahwa program perencanaan suksesi (succession planning) di perusahaan perlu dibenahi lagi. Seyogyanya, perencanaan suksesi ini untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang. “Kalau kita bisa memasukkan perencanaan lebih matang dan memadai, kita bisa mengantisipasi kekosongan posisi di tempat kita,” ujarnya memastikan.
Untuk mengantisipasinya, Josef menyatakan, orang HR perlu strategi untuk mengelola talent. Dan, langkah ini harus dimulai dengan melihat indikasi kebutuhan bisnis jangka panjang yang diinginkan perusahaan. “Jadi, para direksi dan orang HR di perusahaan harus bisa melihat kebutuhan bisnis dalam jangka waktu 5-10 tahun mendatang. Untuk itu stok talent yang ada di talent pool itu harus selalu dilihat, apakah mencukupi untuk mengemban visi dan misi perusahaan ataukah tidak,” tuturnya.
Sejauh ini Unilever mengandalkan program management trainee (MT) untuk memperoleh talent-talent baru. Setiap tahun secara konsisten perusahaan yang berasal dari Belanda ini merekrut fresh graduate untuk posisi MT. Namun, Josef menegaskan, mereka direkrut bukan untuk mengisi kekosongan jabatan saat ini, melainkan dipersiapkan untuk menjadi pemimpin masa depan. “Semua orang di luar sibuk saling membajak atau mengambil talent dari perusahaan lain, kami di dalam juga sibuk membuat lapisan demi lapisan talent yang kami siapkan untuk berbagai succession planning,” ungkapnya.
Diakuinya, masih banyak yang melihat MT sebagai upaya untuk mengisi kekosongan posisi saat ini. “Padahal, jangan lupa. Begitu gap ini kita isi, berarti ada requirement job yang baru lagi. Nah, gap itu akan bertambah besar,” katanya seraya melanjutkan bahwa percepatan program pelatihan dan pengembangan harus benar-benar dijaga agar bisa mengejar ketinggalan.
Sementara itu, praktisi HR, N. Krisbiyanto menilai bahwa “talent war” (perang untuk mendapatkan talent terbaik) di Indonesia terlihat jor-joran sejak krisis moneter menghantam industri perbankan. “Menurut saya, industri perbankan dan telekomunikasi sejak krisis moneter mengalami krisis talent,” ujarnya. Pria yang biasa disapa Kris ini menilai, kesalahan yang dilakukan oleh industri perbankan saat itu adalah menghentikan program training dan risk management dengan alasan tidak ada bujet. “Maklum, yang menjadi prioritas bagi industri perbankan kala itu adalah bertahan dari goncangan krisis,” kata Kris.
Dampaknya baru terasa saat ini. Beberapa segmen bisnis yang menghasilkan uang cukup besar di perbankan, yaitu usaha mikro, kecil dan menengah, yang peluang usahanya terbuka lebar menjadi tersendat karena kelangkaan SDM di bidang ini. “Peluang bisnis terus terbuka lebar dan orang mau melakukan penetrasi secepatnya,” Kris menjelaskan.
Selain perbankan, SDM di bidang teknologi informasi (TI) – kini ditambah telekomunikasi – juga jadi rebutan. “Tahun 2000 sistem TI mengalami perpindahan digit. Seluruh sistem di bank di-review lagi. Pada saat itulah saya merasakan sulit sekali mendapatkan orang TI,” ungkapnya. Kelangkaan juga memasuki area retail banking. “Saya masih ingat, tahun 1997-1998 orang banyak dibajak dari Citibank,” katanya mengenang. Kemungkinan bank-bank nasional berasumsi bahwa merekrut orang dari luar lebih efisien daripada membangun orang dari dalam. “Keputusan untuk merekrut orang dari luar atau membangun SDM dari dalam tergantung pada analisa HR yang dikembangkan oleh perusahaan,” Kris menambahkan.
Ia berpendapat, agar organisasi tidak ditinggalkan talent-talent terbaiknya, yang harus dilakukan adalah menciptakan ikatan, di antaranya dengan membangun suasana kerja yang baik. “Kalau di luar dia bisa dihargai lebih mahal dari internal kita, tentunya kita tidak boleh menutup mata. Kita harus menyesuaikan gaji orang tersebut karena itu salah satu cara untuk mempertahankannya,” ungkap Kris. Tetapi, tentu saja, ini bukan semata-mata soal uang. Menurutnya, budaya perusahaan juga memengaruhi loyalitas seseorang. “Kita dikasih gaji tinggi tapi didiamkan saja, kan tidak happy juga,” katanya menandaskan.
Berdasarkan pengamatannya, perburuan talent merupakan fenomena abadi. Mengapa? “Semakin canggih teknologi, makin cepat perusahaan mengambil berbagai keputusan,” ujarnya memberi alasan. Dengan demikian, proses bisnis akan berkembang cepat karena permintaan konsumen makin tinggi. “Contohnya, handphone. Dalam satu tahun bisa ganti generasi beberapa kali. Dunia bergerak dengan cepat karena orang selalu mencari hal-hal yang lebih efisien,” tuturnya.
Terlebih, di industri yang dilatarbelakangi oleh TI, semuanya bergerak dengan cepat. “Perusahaan-perusahaan kecil dibeli oleh perusahaan besar. Perusahaan yang tadinya tidak punya modal jadi punya modal karena sebagian atau seluruh sahamnya dibeli oleh investor lain. Akhirnya, perusahaan yang tadinya tidak terpikir mau membajak orang, mau tidak mau harus membajak karena kebutuhan,” ujar Kris menjelaskan.
Di sinilah titik kritisnya. Pandangan ini, menurut Alex, memaksa perusahaan untuk berpikir keras agar tidak kehilangan asetnya yang paling berharga, yaitu orang-orang terbaik. “People bukan sekadar sumber daya, melainkan aset perusahaan,” ujarnya menegaskan.
Untuk menutupi kekurangan tersebut, ia melihat, ada empat kebutuhan dasar yang diperlukan para talent. Pertama, kebutuhan untuk hidup (to life). Kedua, kebutuhan untuk dicintai (to love). Ketiga, kebutuhan untuk berkembang (to learn). Dan terakhir, kebutuhan untuk berkontribusi atau meninggalkan sesuatu yang berharga. “Intinya body, heart, mind, dan spirit,” ungkapnya. Alex menjelaskan, body ditentukan dengan gaji dan fasilitas. Selain itu, mereka butuh hubungan yang lebih baik. Kemudian, mereka butuh untuk mengembangkan potensi dan karier. Jika salah satu kebutuhan itu tidak terpenuhi, tidak tertutup kemungkinan sang talent akan pergi.
Sementara itu, dalam upaya memilih talent yang bagus, Alex berpendapat, ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, lihat masa lalu orang yang bersangkutan atau disebut performance. Kedua, memprediksi masa depannya atau disebut kompetensi. Bila keduanya bagus, pantaslah dimasukkan ke dalam kotak yang namanya talent pool. “Siapa yang tahu informasi ini, siapa yang meng-approach orang ini, dialah yang akan memenangkan war for talent,” tuturnya mantap.
Kris menambahkan, solusi ideal untuk organisasi adalah membuat persiapan jangka panjang kendati itu sulit dilakukan. “Perubahan akan sering terjadi, organisasi dituntut untuk tetap hidup dan bisnis strategi akan sia-sia kalau tidak ada yang menjalankan,” katanya. “Jangan menjadi organisasi yang berantakan jika ditinggalkan talent-nya. Maka itu, yang harus disiapkan oleh organisasi adalah mendokumentasikan kegiatan pekerjaan dan bisnis dalam bentuk eksplisit,” sarannya.
Lebih jauh, semua hasil riset, pemikiran, dan diskusi yang berlangsung di dalam organisasi sepantasnya didokumentasikan. Inilah yang akan mendorong terciptanya learning organization. Ketika penggantinya datang, dia bisa membacanya dari A-Z sehingga tidak melakukan kesalahan yang sama.
Sepertinya, mempertahankan orang kunci yang berperan untuk kelangsungan hidup organisasi merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebuah pertanyaan yang diajukan kepada 3.400 orang yang mewakili karyawan di seluruh AS mengenai alasan terpenting mengapa seseorang bersedia bekerja di perusahaannya saat ini menunjukkan jawaban yang menarik. Survei bertajuk “The 1997 National Study of The Changing Workplace” yang dilakukan oleh Families and Work Institute ini memperlihatkan tiga alasan terpenting, yaitu: komunikasi terbuka (bahkan 65% responden menyatakan hal ini “sangat penting”), kesempatan menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan di luar jam kerja (60%), dan pekerjaan yang menyenangkan (59%).
Itu berarti, didengar dan diperhatikan oleh atasan merupakan salah satu indikator bahwa yang bersangkutan merasa “dianggap dan dihargai”. Walaupun fasilitas pengasuhan anak dan program-program serupa lainnya merupakan hal yang juga penting bagi kebanyakan karyawan, tetapi dihargai dan didengarkan merupakan keinginan dari sebagian besar karyawan. Bagaimana di perusahaan Anda?
Liputan: Anung Prabowo, Jelang Ray Agung Pangestu, Rina Suci Handayani

Tulisan bagus ini diambil dari http://www.portalhr.com/

Kerja sambil Ngenet atau Ngenet Sambil Kerja?

Bagi mereka yang bekerja di belakang meja dan di depan komputer, godaan untuk surfing up atau berkelana di dunia maya internet adalah godaan yang sangat wajar. Media online yang menyuguhkan seabrek informasi ini memang menggoda. Banyak informasi yang disajikan, mulai dari bagaimana cara membobol rekening bank tanpa ketahuan, sampai bagaimana memperbesar (maaf) payudara dan alat kelamin.
Anda kadang juga cepat merasa jengkel ketika tiba-tiba koneksi internet putus atau sengaja diputus oleh orang IT. Karena lagi asyik mengunduh file 3gp, berjudul “enak tenan”.
Sebuah survery yang dilaksanakan Creative Group di Amerika, menemukan fakta bahwa lebih dari 50% pekerja yang bekerja dengan computer dan internet meluangkan waktu kerjanya untuk membuka internet. Tak masalah apabila yang dibuka adalah situs yang ada hubungannya dengan pekerjaannya. Namun sayangnya, orang lebih tertarik untuk membuka situs yang berbau porno. Apalagi di Indonesia, konon katanya, pebrowser negeri ini menempati urutan ke lima sedunia yang aktif mengakses situs berbau porno dan seks. Bahkan di internet, popularitas SBY, sang presiden, kalah jauh dengan Miyabi, bintang film panas asia.
Nah, apabila ada fasilitas computer dan internet untuk Anda di tempat kerja, situs apakah yang biasa Anda akses?
Salam Sukses – Bahagia!

Tips Melamar Kerja

(tulisan ini diadopsi dari kompas.com)

Beberapa hari setelah interview, Andi terkejut bukan kepalang. Bukan karena diterima di perusahaan dimana dia telah melamar, namun dia ditolak. Berita itu sungguh diluar dugaannya. Sebelumnya dia sudah begitu yakin, kalau dirinya akan diterima. Lantas mengapa dia ditolak?
Anda, tentu pernah mengalaminya bukan? Lamaran Anda ditolak, padahal Anda sudah begitu yakin kalau diterima. Lantas, hal apa yang perlu kita perhatikan supaya kita dapat diterima di perusahaan dimana kita malamar. Berikut beberapa tips, semoga berguna.

1. Tulislah Alamat, No. Telpon/Handphone, Email Anda dengan lengkap dan jelas di surat lamaran Anda
Ini adalah perkara yang sepele, namun banyak pelamar yang melewatkannya. Ketika seorang pencari tenaga kerja melakukan saringan awal dan menemukan Anda menarik baginya maka dia akan menghubungi Anda. Adalah kesalahan yang fatal apabila Anda tidak mencantumkan alamat atau nomor kontak yang bisa dihubungi karena dengan tidak adanya nomor atau alamat Anda yang bisa dihubungi maka hilang sudah kesempatan Anda untuk mendapatkan pekerjaan baru.

2. Persiapkanlah Interview atau Wawancara Anda
Ketika Anda dapat panggilan untuk interview maka Anda hendaknya mempersiapkannya. Carilah informasi sebanyak dan selengkap mungkin tentang perusahaan itu. Ketika nantinya Anda ditanya dan Anda dapat memberikan keterangan yang lengkap tentang perusahaan maka Anda akan mendapatkan nilai plus, karena perusahaan melihat Anda serius dalam mempersiapkan interview, Anda memiliki ketertarikan pada perusahaannya. Baik pula, jika Anda kembali mendalami dasar atau teori teknis tentang pekerjaan Anda. Misalnya Anda kembali membuka job description Anda sebelumnya.

3. Jawablah setiap pertanyaan interviewer dengan yakin.
Tunjukkan bahwa Anda yakin dengan jawaban Anda. Tunjukkan konsistensi jawaban Anda. Apabila Anda tidak tahu jawaban atas pertanyaan yang diajukan interviewer maka jawablah dengan jujur bahwa Anda tidak tahu dan akan berusaha mencari tahu lanjut atau menanyakan kepada interviewer dengan maksud memperkaya wawasan Anda bukan dengan maksud mencobai interviewer. "Maaf, saya tidak tahu dan saya akan mencoba mencari tahu, atau apabila bapak/ibu berkenan bisa menjelaskannya kepada saya, apakah jawaban yang benar", adalah jawaban diplomatis bila Anda tidak dapat menjawab pertanyaannya.

4. Tunjukkan kesan positif seperti percaya diri, menghargai orang lain, dan perhatian.
Cara yang dapat Anda lakukan misalnya, jabat tangan interviewer dengan cukup kuat, jangan terlalu kuat dan jangan pula terlalu lemah. Tunjukkan pandangan mata secukupnya pada interviewer. Berilah intonasi yang jelas pada kata-kata Anda. Jangan menunjukkan kesan memberontak atau melawan atas apa yang disampaikan oleh interviewer. Ingatlah interviewer juga menggali seperti apakah sikap/attitute Anda.

Dan jangan lupa "sukses adalah hak Anda"!

Jangan puas dengan gelar akademis!

Udara panas Jakarta memang tak mau bersahabat dengan siapapun juga, apalagi dengan para pelamar kerja. Tidak peduli dia lulusan sarjana universitas terkemuka, ataupun lulusan SMK di pelosok Gunung Kidul sana. Tetap saja udara panas Jakarta menghampiri siapa saja.

Bagi Anda para pencari kerja, apalagi yang sudah punya gelar seabrek sampai-sampai Anda sendiri tak tahu bagaimana cara menulisnya dengan benar, jangan terlalu menyombongkan diri dengan gelar itu. Juga bagi Anda para pencari kerja yang miskin papa gelar akademis, jangan pula cepat-cepat berputus asa.

Kabar baik bagi Anda yang tidak punya gelar akademis: bahwa para rekruter jaman sekarang tidak hanya menjadikan gelar akademis sebagai senjata penentu diterima atau tidaknya seseorang untuk menjadi pekerja suatu perusahaan. Ada faktor lain yang bisa membuat Anda diterima di suatu organisasi, adalah kompetensi komunikasi dan berelasi yang menjadi faktor lain itu. Kompetensi komunikasi itu antara lain, bagaimana kemampuan seseorang dalam mengemukakan gagasannya di depan umum secara lisan (presentasi), bagaimana kemampuan seseorang dalam meyakinkan orang lain, menjawab pertanyaan yang tidak terduga, memberikan jawaban yang tidak terduga atau dengan sudut pandang yang tidak biasa dibahas orang lain. Sementara keterampilan berelasi (building relation) antara lain bagaimana kemampuan dia untuk dapat bekerja di dalam tim. Keterampilan menjalin relasi ini menjadi salah satu kompetensi inti yang dicari oleh para rekruter. Kompetensi ini penting karena seorang akan bekerja dalam sebuah organisasi dimana terdapat organisme (orang yang hidup). Ketika seorang tidak dapat menjalin relasi dengan baik dan wajar dengan orang lain maka dapat dipastikan dia tidak akan dapat berkinerja secara optimal.

Ada seorang yang brilian secara intelektual, seorang lulusan universitas terkemuka, namun orang itu cepat meledak-ledak (emosional) ketika dikritik atau didebat. Siapa yang tahan bekerja dengan orang seperti ini? Jawabnya, tidak ada. Maka tidak akan ada yang memakainya.

Begitulah kabar baik, bagi Anda yang tidak/belum memiliki gelar akademis. Jangan khawatir. Perkuat kompetensi berkomunikasi dan berelasi Anda. Kabar buruknya bagi Anda yang tidak bergelar, Anda tetap harus berusaha mencari gelar karena banyak sudah orang yang bergelar dan juga memiliki kompetensi komunikasi dan relasi.

Menciptakan, mengembangkan dan mengelola komitmen


Tell me and I will forget
Show me and I will remember
Involve me and I will understand



Terdapat korelasi yang amat positif dan signifikan antara komitmen dan performance. Seorang pekerja yang memiliki komitmen akan memberikan unjuk kerja yang outstanding. Sebaliknya, pekerja yang tidak memiliki komitmen akan menjadi pekerja yang performancenya poor.

Komitmen pekerja adalah sebuah penentu atau pembeda adanya pekerja yang dalam posisi sama dan pekerjaan sama namun menunjukkan hasil kerja yang berbeda-beda. Komitmen adalah sebuah sikap. Sikap keutamaan yang meletakkan apa yang diyakini sebagai baik akan ditekuni dengan sepenuh hati, sekuat budi, dan segenap tenaga.

Suatu ketika ada seorang pekerja yang pintar namun orang yang pintar itu tidak menunjukkan kepintarannya dalam bekerja, mengapa? Karena komitmen tidak ada. Tidak ada passion, tidak ada gairah, apalagi determinasi. Orang yang senang dengan pekerjaan maka akan mau dan berusaha mampu untuk mendeliver hasil kerja. Komitmen yang hendaknya diperjuangkan adalah komitmen pada perusahaan, komitmen pada profesi, dan komitmen pada pekerjaan.

Oleh karena komitme adalah sesuatu sikap yang penting maka PSDM hendaknya sudah mengenali sedari awal masuk kerja apakah seorang kandidat akan dapat menunjukkan komitmen dalam pekerjaannya. Bagaimana mendeteksi orang yang memiliki komitmen dan tidak? Apakah dia mencari kerja hanya kerena tidak ada pekerjaan lain? Apakah dia mencari kerja karena ada kesungguhan? Apakah dia mengenal baik perusahaan Anda? Intinya adalah motivasi apa sehingga kandidat melamar di perusahaan Anda.

Bagaimana menciptakan komitmen di dalam perusahaan? Pameo di atas sudah menjelaskannya. Apabila manajemen atau bagian PSDM hanya menceramahi pekerja untuk berkomitmen maka ceramah itu akan dilupakannya. Apabila manajemen dan PSDM memberikan keteladanan bagaimana berkomitmen dalam bekerja, maka para pekerja akan mengingat keteladanan itu. Terlebih apabila pekerja dilibatkan dalam proses kebijakan dan tindakan perusahaan, maka pekerja akan memahani dan mengerti lantas akan mau terlibat.

PSDM memiliki peran penting dalam menciptakan komitmen. Maka, logisnya PSDM harus memiliki komitmen pada perusahaan. Sebelum memiliki komitmen itu, PSDM sudah memiliki pandangan yang positif pada perusahaannya. Apabila seorang yang bekerja di PSDM memiliki pandangan yang negatif pada perusahaan (dan itu mendominasi paradigmanya) maka sebaiknya dia meninggalkan perusahaan itu. Jajaran line manager yang merupakan front liner PSDM juga hendaknya adalah orang-orang yang memiliki komitmen pada perusahaan.

Libatkan pekerja dalam bisnis perusahaan. Jelaskan latar belakang supaya pekerja memahami kebijakan yang diambil. Berikan investasi pada kegiatan yang memunculkan kecintaan pekerja pada perusahaan.

Hati-hati dengan Comfort Zone

Sekarang aku sudah menjadi boss. Aku ingat waktu dulu masih sebagai bawahan. Setiap hari rasanya tertekan. Atasan menyuruh mengerjakan tugas-tugas yang ini dan yang itu. Hari kerja delapan jam terasa 24 jam rasanya. Begitu berat! Sekarang, aku sudah lebih nyaman. Sudah jadi atasan sekarang. Giliranku untuk santai dan biarkan bawahanku bersusah payah. Sekarang aku santai lah. Santailah diriku! Nikmati ke-boss-anmu!

Kedudukan yang strategis dapat menjadi ancaman dan juga peluang bagi seorang eksekutif perusahaan. Menjadi peluang jika kedudukan itu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mengembangkan diri dan juga perusahaan. Menjadi ancaman bila kedudukan itu dimanfaatkan untuk bermalas-malasan, alih-alih menikmati nikmatnya kursi empuk atasan.

Bahaya akan mengancam tidak saja bagi perusahaan tetapi juga bagi pekerja yang bersangkutan. Ketika syndrome kemapanan sudah menjangkiti pekerja maka mereka akan berada dalam sikap yang sangat alot untuk diajak berubah. "Tenang Belanda masih jauh", itulah katanya yang asyik di zona kemapanan (comfort zone). Sementara, mereka tidak tahu bahwa musuhnya bukanlah lagi Belanda. Musuhnya sudah sedemikian dekat, tetapi dia mengira masih jauh.

Perubahan dalam dunia bisnis tidak mengenal kata menit. Setiap detik selalu terjadi perubahan. Tidak ada yang tinggal tetap. Semua mengalir dan berubah. Di sinilah letak bahayanya orang-orang yang masih suka bernyaman-nyaman dalam gaulan comfort zone. Mereka dininabobokan oleh diri mereka sendiri. Mereka menjadi impoten dan tidak waspada.

Nah, bagaimana bila Atasan-atasan Anda berada dalam zona kenyamanan dan sulit berubah?

Kompetensi, Apakah Itu?

Kata kompetensi sudah menjadi kata yang paling kerap terdengar di dunia HRD. Lantas apakah sebenarnya kompetensi itu? Kompetensi adalah karakteristik mendasar yang akan mengakibatkan seseorang mencapai prestasi kerja yang menonjol. Kompetensilah yang membedakan seseorang yang berprestasi unggul (outstanding performer) dengan yang berprestasi rata-rata (average performer).


Bahkan ada pengelompokan atau klasifikasi kompetensi. Kurang labih ada dua puluh kompetensi yang sering ditemukan untuk memprediksi kesuksesan dalam jalur profesional dan manajerial. Keduapuluh kompetensi tersebut dapat dilihat dalam enam kelompok antara lain : Achievement, Helping/Service, Influence, Management, Cognitive dan Personal Effectiveness.

Kompetensi Achievement meliputi Achievement Orientation, Initiative dan Concern for Quality atau Order.

Achievement Orientation terdiri dari satu set tingkah laku yang dihubungkan dengan goal-setting, efficiency dan Innovation. Hal ini didorong oleh perhatian untuk adanya perbaikan/kemajuan yang dikenal sebagai Motivasi untuk Berprestasi (Achievement Motivation), tapi lebih menggambarkan tingkah laku daripada pemikiran.

Initiative, didefinisikan sebagai keinginan untuk melakukan lebih daripada tugas-tugas yang dibutuhkan (“usaha suka rela”) dan melakukan sesuatu sebelum diminta atau dipaksa oleh keadaan (antisipasi). Dengan adanya Initiative, orang dapat mengambil bagian dari sasaran yang lain daripada pencapaian tujuan (misalnya Influence), initiative adalah faktor yang konsisten dengan kelompok Achievement, karena perilaku entrepreneurial dan innotiative biasanya juga meliputi initiative.

Concern for Quality and Order (memonitor untuk memastikan bahwa tugas-tugas sudah diatur secara efisien dan sesuai dengan standar) adalah tingkat yang paling bawah dari Achievement, yang pada dasarnya adalah standar yang tinggi dari gabungan yang baik sekali antara ketakutan yang sangat tinggi akan kegagalan, adanya obsesi untuk “memeriksa kembali”.

Kompetensi Helping / Service dihubungkan dengan profil motif “menolong” (memiliki motif afiliasi yang lebih tinggi daripada motif Achievement dan Power Motivation).

Interpersonal Understanding meliputi adanya kompetensi seperti misalnya kehangatan, empati yang akurat, keikhlasan yang cenderung banyak ditemukan pada konselor yang efektif.

Customer Service Orientation, dapat mengerti dan memenuhi kebutuhan orang lain, termotivasi untuk memberikan bantuan terhadap orang lain.

Kompetensi Helping/Service diprediksikan akan membuat orang berhasil untuk pekerjaan yang memberikan jasa atau pertolongan kepada manusia, misalnya : guru, konselor, konsultan, terapis, pekerja sosial, perawat rumah sakit, perawat di rumah dan customer service representatives.

Kompetensi Influence didorong oleh perhatian untuk personal impact atau “socialized” power motivation (kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, misalnya dengan mengatakan “ayo bagus”). Socialized Power dibedakan dari “personalized” power motivation (power itu digunakan untuk kekuasaan diri). Kompetensi Influence meliputi perbujukan dan kemampuan untuk mempengaruhi (kesadaran berorganisasi, hubungan relasi, pengaruh dan tingkah laku mempengaruhi): mengetahui siapa yang akan dipengaruhi.

Kompetensi Manajerial, yang termasuk di dalam kompetensi ini adalah mengembangkan orang lain (pendekatan dengan bawahan untuk mengembangkan ketrampilan mereka), Directiveness (dengan tegas memberikan perintah secara langsung), Teamwork and Cooperation (dapat bekerjasama dalam satu kelompok), Team Leadership (mulai dari mampu mengendalikan suatu pertemuan yang mulai memanas sampai memberikan/menunjukkan kharisma dalam kata-kata yang diucapkan sehingga dapat membangun motivasi dan komitmen terhadap anggota organisasi).

Kompetensi Cognitive meliputi Technical Expertise, Analytical Thinking, Conceptual Thinking dan Information Seeking.
Seorang yang ahli dalam bidang teknik (Technical Expertise) selalu menggunakan pengetahuan mereka untuk memecahkan masalah. Tingkat yang lebih tinggi, perilaku yang superior itu tidak bertindak sebagai experts (ahli) tapi lebih sebagai utusan yang secara aktif akan memberikan pertolongan dan mempromosikan teknologi yang baru. Pemikir analitis (Analytical Thinking) berkemampuan untuk menganalisa sistem dengan informasi yang kompleks dan menghiasi data dengan kesimpulan yang ada sebab-akibatnya. (jika terjadi X, kemudian Y tampaknya akan terjadi), dengan prioritas (A lebih penting daripada B) dan dengan urutan waktu (lakukan N pada saat 1 supaya bisa melakukan M pada saat 2). Pemikiran konseptual (Conceptual Thinking) menggunakan konsep belajar untuk menciptakan konsep baru, dan untuk membuat pengertian baru dari data- data yang tidak teratur. Pencari Informasi (Information Seeking) meliputi pengumpulan dan menggunakan informasi untuk memecahkan masalah dan issu penyelidikan sebelum mengambil keputusan.

Technical Expertise, Information Seeking, Analytical Thinking dan Conceptual Thinking penting di dalam teknik/profesional dan tingkat manajer yang lebih bawah; kemampuan konseptual yang lebih tinggi diramalkan akan sukses pada profesional senior dan pekerjaan manajerial yang membutuhkan perencanaan dan pemikiran yang strategi.

Kompetensi Personal Effectiveness meliputi karakter seperti kerpercayaan diri (self-confidence), kontrol diri (self-control), fleksibilitas (Flexibility), Organizational Commitment yang tidak dapat dikelompokkan dalam salah satu kelompok kompetensi yang ada, dan dapat meramalkan perilaku superior dalam variasi pekerjaan yang luas. Semua kualitas ini umumnya dihubungkan dengan kematangan pribadi.

Dengan pengecualian kelompok Personal Effectiveness, kompetensi dikelompokkan berdasarkan maksud (intention) dikeluarkannya perilaku tersebut dan bukan oleh uraian dari perilaku itu sendiri. maksud (=Intention) dapat berupa motif satu-satunya atau beberapa motif yang beraksi bersama dalam proporsi yang berbeda-beda. Contoh: Mengembangkan orang lain (Developing Others) didefinisikan oleh niat untuk membantu orang lain mengembangkan pengetahuan atau ketrampilan atau karakteristik pribadi; Impact and Influence oleh niat mempengaruhi, membujuk atau mempunyai pengaruh terhadap orang lain; Achievement Motivation oleh maksud melakukan sesuatu dengan cara yang lebih baik.

Memperlihatkan suatu perilaku tertentu mengindikasikan kemungkinan yang bertambah besar bagi diperlihatkannya lebih banyak perilaku yang ditampilkan dengan niat yang sangat mirip, tetapi tidak harus lebih banyak perilaku yang sama secara struktur, tapi berbeda dalam niat yang melatarbelakanginya.

Misalnya, “Delegasi” bukanlah suatu kompetensi karena perilaku delegasi ditampilkan dalam beberapa kompetensi, bergantung pada niat yang melandasinya: Seseorang dapat melakukan delegasi demi kepentingan efisiensi (=Achievement Motivation), untuk menjadikan dirinya Pemimpin (=Team Leadership), untuk memampukan orang lain mengembangkan kemampuan mereka (=Developing Others), dan sebagainya.
Perilaku “Melakukan Delegasi dalam rangka mengembangkan kemampuan orang lain” lebih dapat diandalkan untuk memperkirakan bahwa perilaku lain sebagai perwujudan kompetensi Developing Others, seperti “memberi umpan balik untuk mendukung pengembangan kemampuan orang lain” akan ditampilkan, dibandingkan dengan kemampuan untuk memperkirakan bahwa perilaku yang dikendalikan Achievement Motivation seperti “Melakukan Delegasi dalam rangka terlaksananya pekerjaan secara paling efisien” dapat ditampilkan.

Sebegitu banyaknya kompetensi lantas muncul pertanyaan: apakah bisa seorang pekerja menguasai semua kompetensi itu? Tentu saja bisa, jawabnya. Caranya? Nah, ini yang tidak mudah.

Interview Untuk Analisis Jabatan

Salah satu metode yang dapat dilaksanakan untuk mendapatkan data primer adalah interview. Interview suatu proyek analisa jabatan dilaksanakan dengan interviewee yang terdiri dari incumbent (pemangku jabatan), superior (atasan), subordinate (bawahan), peers (rekan kerja, yang selevel pangkat/jabatan).

Persiapan Interview

Sebelum melaksanakan interview, interviewer sebaiknya melakukan persiapan terlebih dahulu. Persiapan yang dilakukan antara lain persiapan materi pertanyaan. Materi pertanyaan hendaknya dibuat berdasarkan data-data apa saja yang ingin diketahui. Untuk mempermudah menyusun pertanyaan maka interviewer sebaiknya mencermati dokumen-dokumen job description yang umum dipakai. Maka, dalam dokumen itu akan ditemukan beberapa hal yang akan digali dalam interview. Hal yang dimaksud antara lain maksud jabatan (menjawab pertanyaan “untuk apa sebenarnya posisi ini ada dalam organisasi), tugas-tugas yang dikerjakan, mulai dari tugas rutin dan non rutin, stakeholders, tantangan, hambatan, kesulitan dalam pekerjaan. Selanjutnya adalah relevan untuk ditanyakan mengenai standar kompetensi minimal yang dibutuhkan supaya dapat mengerjakan tugas dengan performance yang rata-rata (average performance).

Selain materi, interviewer juga menyiapkan peralatan seperti alat rekam dan alat tulis. Alat rekam diperlukan supaya dalam analisa atau pengolahan interview, interviewer dapat terbantu untuk kembali mencermati hasil percakapan. Alat ini juga membantu interviewer untuk lebih fokus mendengarkan jawaban interviewee dan tidak terlalu sibuk mencatat.

Pelaksanaan Interview

Pada saat pelaksanaan interview, sebaiknya diciptakan suasana yang nyaman, tidak tegang dan terbuka. Ada kesan, interviewee seolah merasa diselidiki karena pertanyaan interviewer yang memang menggali informasi. Oleh karena itu, interviewer hendaknya menjelaskan lebih dahulu maksud atau tujuan adanya interview itu dan apa yang akan dihasilkan dari proses interview yang dilaksanakan.

Pengolahan Data

Setelah mendapatkan data dari semua interviewee, maka interviewer akan mengolah data. Proses pengolahan data dapat dilakukan dengan menyalin atau memparafrasekan hasil interview yang ada dalam rekaman suara dan catatan. Kemudian, analis mulai menyusun draft job description dengan format yang telah disetujui. Draf inilah yang akan dikembangkan menjadi sebuah uraian pekerjaan yang dilengkapi data dari sumber lain.

Uraian Pekerjaan (Job Description)

Dalam prosesnya analisa jabatan akan menghasilkan sebuah uraian jabatan. Definisi dari suatu Uraian Jabatan adalah “ringkasan aktivitas-aktivitas yang terpenting dari suatu jabatan, termasuk didalamnya tugas dan tanggung jawabnya”. Dengan kata lain Uraian Jabatan menjelaskan mengenai apa yang harus dikerjakan, mengapa dikerjakan, dimana dikerjakan dan secara ringkas bagaimana mengerjakannya.

Penulisannya dapat dalam format yang disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing organisasi. Namun secara umum dapat dibagi dalam lima kelompok.

1. Identifikasi.

Dalam bagian ini dituliskan natara lain: nama jabatan, departemen, divisi, nama pemegang jabatan, nama atasan pemegang jabatan dan hal-hal lain yang dianggap perlu.

2. Ringkasan Umum.

Disini dituliskan ringkasan dari aktivitas jabatan tersebut. Para Job Analyst sepakat untuk membatasi dengan sekita empat kalimat atau tiga puluh kata.

3. Tugas dan Tanggung Jawab yang terpenting.

Bagian ini menuliskan lebih detail mengenai pekerjaan tersebut tetapi ringkas. Disarankan untuk menuliskan hanya aktivitas-aktivitas yang menyita lima persen lebih watu bekerja.

4. Spesifikasi Jabatan

Pada dasarnya bagian ini menjelaskan kualitas ata spesifikasi apa yang diperlukan untuk mengerjakan jabatan ini. Ini dikenal dengan “KSA requirement” yang merupakan ringkasan dari:

• Knowledge, jika berkatian dengan aktivitas mental
• Skill, jika berkaitan dengan aktivitas phisik
• Abillities untuk hal yang berkenaan dengan bakat.

5. Disclaimer dan Approval

Persetujuan pemegang jabatan dan atasannya perlu dicantumkan dengan menandatangani bagian ini. Disclaimer menjelaskan batasan-batasan yang biasanya diperlukan untuk kepentingan legal.

Proses Analisa Jabatan


Bagi mereka yang berkecimpung dalam aktivitas Human Resources, istilah Job Analysis, Job Description, Job Specification dan Job Evaluation bukanlah istilah yang asing. Istilah-istilah tersebut dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Analisa Jabatan, Uraian Jabatan, Spsifikasi Jabatan dan Penilaian jabatan. Untuk itu perlu dimengerti apa dan bagaimana berfungsinya aktivitas-aktivitas tersebut termasuk mengapa perangkat tersebut diperlukan.

Organisasi manapun di dunia jika dikelola dengan benar selalu menggunakan strategi dalam menjalankan roda organisasinya. Yang dimaksud strategi disini adalah “rencana apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi”. Walaupun ini bukan definisi ilmiah tetapi merupakan definisi praktis, namun kiranya cukup untuk memulai topic pembicaraan kali ini. Strategi organisasi, yang dalam pengembangannya dipengaruhi oleh faktor luar maupun faktor dalam di dalam organisasi, selanjutnya akan dijabarkan lebih lanjut oleh Divisi-divisi seperti Keuangan, Komisi-komisi, dll yang ada dalam organisasi tersebut. Sehingga nantinya akan ada perencanaan di dalam divisi-divisi tersebut. Selanjutnya perencanaan Divisi tersebut akan dijabarkan lebih lanjut lagi dengan lebih terperinci menjadi Goal dan Objektip oleh departemen-departemen atau bagian-bagian lain dalam Divisi masing-masing. Untuk Human Resources Department misalnya dibagi dalam Recruitmen, Pengupahan, Training and Development dsb.

Namun sebelum masuk lebih dalam kiranya perlu dikemukakan atas beberapa istilah yang mungkin perlu dikaji.

1. Posisi: (sering disebut pula “kedudukan”) adalah sekelompok tugas yang dilimpahkan kepada seseorang. Banyaknya posisi dalam suatu organisasi adalah sebanyak personalia dalam organisasi itu.
2. Jabatan: merupakan sekelompok posisi yang sama dalam jenis dan tingkatan pekerjaannya. Dalam beberapa hal sebuah posisi yang tercakup dalam jabatan itu karena tidak ada posisi lainnya yang sama.
3. Okupasi: merupakan sekelompok jabatan yang sama dalam jenis pekerjaan dan ditemukan di seluruh organisasi. Suatu okupasi adalah suatu golongan pekerjaan yang ditemukan dalam banyak organisasi.


Mengapa Analisa Jabatan? Karena pada dasarnya focus utama dari Human Resources dari suatu organisasi adalah manusia yang berkarya atau bekerja di lingkup organisasi tersbut serta pekerjaannya/karyanya yang dikerjakan oleh manusia tersebut.

Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang dimaksud dengan analisa jabatan?

Secara umum dapat didefinisikan dengan “suatu proses secara sistematis untuk mendapatkan informasi-informasi yang penting dan relevan mengenai suatu jabatan”.

Dengan demikian analisa jabatan merupakan suatu proses pengkajian dan pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan dan tanggung jawab suatu jabatan tertentu. Dalam kenyataannya ini merupakan suatu prosedur untuk mengumpulkan, mengolah, menafsirkan dan menarik kesimpulan berdasarkan segala fakta yang relevan dengan jabatan secara sistematis.

Oleh karena itu analisa jabatan menyelidiki tugas-tugas, proses-proses, peraturan-peraturan, wewenang-wewenang dan tanggung jawab, kondisi-kondisi kerja dan syarat-syarat perseorangan. Artinya bahwa analisa jabatan berhubungan dengan jabatan dan kondisi mengenai pemegang jabatan (pekerja) untuk melangsungkan jabatan tersebut.

Hasil langsung dari analisa ini adalah deskripsi jabatan/uraian jabatan dan spesifikasi jabatan.

Bagaimana kita melakukannya?

Untuk ini ada empat hal yang kita perlu ketahui. Pertama adalah sumber data. Kedua, bagaimana mendapatkan data tersebut. Ketiga adalah proses pengumpulannya, dan terakhir adalah siapa yang terlibat dalam proses analisa jabatan tersebut?.

1. Sumber Data.
Kita dapat membedakan sumber data menjadi dua kelompok.. “Sumber primer”, jika data itu diperoleh langsung dari pemegang jabatan dan/atau atasan pemegang jabatan tersebut. Disebut ‘sumber data sekunder” jika kita mendapatkannya dari selain yang primer tersebut. Ini antara lain diperoleh dari Organisasi itu sendiri, Dokumentasi yang sebelumnya, publikasi-publikasi, Assosiasi lain yang relevan, Data survey lain dsb.

2. Metode Analisa
Banyak cara untuk pengumpulan data ini. Untuk data primer yang sering digunakan ialah:

1. Pengamatan langsung. Ini terutama untuk pekerjaan-pekerjaan yang banyak membutuhkan pekerjaan phisik dan siklus kerjanya relatip pendek. Tentu saja dapat diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan jika diperlukan penjelasan.
2. Wawancara. Bisa dilakukan wawancara perorangan maupun wawancara kelompok. Ini hampir dapat dipergunakan untuk semua jenis pekerjaan. Dimaksud dengan wawancara kelompok disini jika yang diwawancarai beberapa pekerja yang mengerjakan pekerjaan yang sama. Keuntungannya informasi yang dikumpulkan akan lebih lengkap karena pekerja-pekerja tersebut dapat saling melengkapi.
3. Kuestioner. Ini lebih cocok untuk pekerjaan yang memerlukan olah pikir dan memerlukan waktu untuk menjawabnya dan menghendaki pemegang jabatan untuk menjelaskan secara tertulis. Dapat disiapkan dalam bentuk “open-ended Questionaire” ataupun dengan “Highly Structured Questionaire”.
4. Kombinasi dari beberapa sistim di atas.

3. Proses analisa.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sebaiknya mengikuti proses berikut:

1. Pilih Jabatan-jabatan yang direncanakan untuk dievaluasi dan lengkapi dengan memeriksa catatan-catatan yang ada atau terdahulu mengenai jabatan yang dimaksud
2. Jelaskan maksud dan tujuannya kepada sipemegang jabatan dan atasannya. In perlu agar mereka tidak curiga, karena kalau mereka berfikir bahwa ini akan merugikan mereka, informasi yang akan mereka berikan tidak akan obyektip.
3. Jika maksud dan tujuan telah diterima dan dimengerti oleh pemegang jabatan barulah proses analisa dapat dilaksanakan.
4. Setelah keterangan yang diperlukan dirasa telah lengkap, kumpulkan dan susun baik uraian maupun spesifikasi jabatan.
5. “Maintain dan update” uraian maupun spesifikasi jabatan tersebut dengan selalu melengkapinya dengan informasi-informasi baru.

4. Siapa yang terlibat dalam proses analisa tersebut?
Seperti dikemukakan sebelumnya, pemegang jabatan dan atasannya yang langsung adalah kunci utama. Dari human resources biasanya seorang Job Analyst dan kalau tidak ada petugas yang khusus untuk itu dapat dibentuk task-force yang tentunya perlu mendapatkan pelatihan terlebih dahulu.

Kumungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses analisa antara lain:

1. Salah dalam menentukan sampel
2. Informasi yang dikumpulkan kurang lengkap
3. Salah dalam mengartikan pertanyaan sehingga jawaban yang diberikan kurang tepat.
4. Bias dari pemegang jabatan ataupun penanya
5. Salah dalam menafsirkan hasil jawaban

Job Analysis dalam Praktik (2)

lanjutan ........

8. Problem / Tantangan Khusus (Specific Problem / Challenges)

Menggambarkan bagian yang paling sulit dan kompleks yang tidak tercakup dalam uraian di atas dan yang bukan merupakan kegiatan rutin sehari-hari. Berisikan problem dan tantangan khusus yang khas dari suatu jabatan, di dalam maupun di luar organisasi, yang berkaitan dengan lingkup tanggungjawab jabatan.

Beberapa hal yang dapat membantu Anda untuk mengidentifikasi tantangan dan kompleksitas jabatan:
1. Keanekaragaman masalah
2. Masalah yang paling khas
3. Masalah yang paling sulit
4. Desakan waktu dan perhatian yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah
5. Dukungan, bantuan, kemampuan yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah
6. Kondisi atau keadaan lingkungankerja secara fisik seperti beresiko atau berbahaya, suara atau bunyi keras, gelap, pengap, kotor atau berlumpur, tertutup atau terisolasi, sempit dll.

Masalah-masalah ini bukan masalah yang bersifat pribadi seperti masalah antara atasan dan bawahan atau masalah ketidakpuasan kerja dll. Dengan kata lain, siapa pun yang menduduki jabatan tersebut akan menghadapi kesulitan atau masalah yang sama karena masalah tersebut melekat pada jabatan, bukan pejabatnya.

C. Langkah-langkah Penyusunan

>>> Mengkaji data-data Yang ada:
¨ Visi dan misi (Arah Dasar),
¨ Buku Panduan/Pedoman Pengelolaan Paroki/Instansi Kategorial.
¨ Struktur organisasi
¨ Daftar posisi yang ada
¨ Daftar tugas (task list)
¨ Tingkat kewenangan (level of authority)

>>>Melaksanakan analisa posisi (position analysis)
¨ Mengobservasi
>>>Mendaftar kegiatan apa saja yang HARUS dilakukan untuk memperoleh HASIL yang ada dalam Analisis Stakeholder
=> Kegiatan harian, mingguan, bulanan
=> Kegiatan yang dilakukan sendiri, bersama orang lain, dalam tim,
=> Kegiatan persiapan (pra-kegiatan) hingga penyelesaian (pasca-kegiatan)
=> Tuliskan dalam format:
=> Kata/frase Kerja + agar/supaya + Kata/frase Benda (hasil, bila ada) + Kata keterangan/frase (waktu, tempat, dll, bila perlu).
¨ Mengedarkan Questionaire
¨ Melakukan Wawancara
¨ Kombinasi

>>>Merumuskan draft position description:
¨ Menggunakan format baku/yang telah disepakati
¨ Bila mungkin, mendiskusikan draft tersebut dengan pemegang posisi (incumbent) dan juga pengawas (superior)

>>>Menetapkan position description
¨ Mengajukan position description dalam bentuk tertulis (hard copy) untuk ditandatangani dan disetujui baik oleh incumbent maupun superior
¨ Mengarsip position description, memperbarui bila dibutuhkan, menggunakan sebagai rujukan.

Job Analysis dalam Praktik (1)

A. Overview
Position Description adalah paparan mengenai pemahaman mendasar tentang apa yang harus dan hendaknya dilaksanakan seorang yang ditugaskan. Dokumen position description juga menjelaskan tujuan perutusan serta apa yang dilakukan dalam tugas perutusan tersebut supaya tujuan perutusan dapat dicapai.
Uraian jabatan berfungsi sebagai kerangka bagi pemegang jabatan untuk bekerja dan berprestasi (performance).

Secara ringkas, Informasi dari sebuah uraian jabatan dapat digunakan antara lain untuk:

1. Menyusun dan merevisi struktur organisasi
2. Menilai bobot suatu posisi
3. Merencanakan persyaratan Sumber Daya Manusia
4. Menempatkan pelayan baru
5. Memberikan orientasi bagi pelayan baru
6. Mengidentifikasi kebutuhan training
7. Meningkatkan prestasi kerja

Prinsip-prinsip dasar yang harus diingat dalam mengembangkan suatu uraian jabatan adalah:

-> Memfokuskan kepada pekerjaan, bukan kepada orang yang melakukan pekerjaan
-> Menyajikan suatu analisis, bukan daftar kegiatan
-> Berdasarkan fakta, tidak berdasarkan pada pendapat atau penilaian subyektif

B. Beberapa Aspek Yang Tertera Dalam Uraian Jabatan

1. Identitas
Berisi informasi ringkas mengenai jabatan yang dipegang saat ini, jabatan atasan langsung, departemen, divisi dan/atau tempat bekerja.

2. Tujuan/Maksud Jabatan Keseluruhan (Overall Job Purpose)
Pernyataan singkat tentang mengapa suatu jabatan ada dan apa artinya bagi organisasi, jadi melingkupi apa yang dilakukan dan apa yang dihasilkan.

Tujuan jabatan secara keseluruhan harus dapat menjawab paling tidak satu dari beberapa pertanyaan di bawah ini:
¨ Bagian apa dari keseluruhan tujuan organisasi yang diselesaikan oleh jabatan ini?
¨ Apakah kontribusi khusus dari jabatan ini terhadap organisasi?
¨ Apa yang tidak akan terlaksana bila jabatan ini tidak ada?
¨ Mengapa kita perlu jabatan ini?

Tiga elemen utama dari pernyataan singkat tujuan jabatan keseluruhan (overall job purpose):
¨ Tujuan keberadaan jabatan– mengapa fungsi itu dilakukan
¨ Batasan – fungsi apa dan/atau kegiatan apa yang dipengaruhi
¨ Sasaran – Hasil akhir

3. Tugas Utama/Lingkup Tanggungjawab (Key Result Areas)
Merupakan daftar hasil akhir atau tanggungjawab utama yang dituntut oleh jabatan ini, guna tercapainya tujuan organisasi secara keseluruhan.

Lingkup tanggungjawab diharapkan dapat menjawab:
¨ Target apa saja yang harus anda capai
¨ Apa yang harus Anda lakukan untuk mencapai target Anda tersebut
¨ Apa saja yang dapat Anda gunakan sebagai tolok ukur keberhasilan jabatan Anda
¨ Tujuan apa saja yang diharapkan dari serangkaian kegiatan Anda
¨ Apa kontribusi Anda terhadap tujuan organisasi
¨ Bilamana Anda dianggap berhasil atau gagal oleh atasan

Karakteristik tanggungjawab utama adalah:
¨ Memfokuskan pada hasil akhir, bukan kegiatan.
¨ Tanggungjawab utama mencakup pernyataan yang terdiri dari ‘mengapa’ (tujuan keberadaan), ‘apa’ (batasan), dan ‘hasil akhir’ (sasaran).
¨ Masing-masing tanggungjawab utama berbeda satu dari yang lainnya, dan menjelaskan suatu bidang yang jelas, di mana hasilnya harus dicapai atau dilakukan si pemegang jabatan.
¨ Biasanya terdiri atas 4 sampai 8 area kontribusi; bila kurang dari itu, kemungkinan kita menyatukan 2 tanggungjawab atau lebih secara bersamaan atau mengabaikan bidang-bidang penting; jika lebih kemungkinan kita membuat daftar kegiatan, bukan tanggungjawab.
¨ Diawali dengan suatu kata kerja yang menunjukkan jenis tanggungjawab yang unik atau khusus bagi jabatan tersebut yang berbeda dengan jabatan lainnya.

4. Wewenang Jabatan
Otoritas yang dimiliki oleh suatu jabatan untuk membuat keputusan tanpa berkonsultasi atau menunggu persetujuan atasan terlebih dahulu. Dalam jabatan tertentu, wewenang jabatan dapat berupa rekomendasi keputusan

5. Hubungan dengan pihak terkait (stakeholder)
Gambaran interaksi antara jabatan dengan pihak-pihak lain di dalam dan di luar organisasi

6. Spesifikasi Jabatan
Sejumlah persyaratan yang harus dan sebaiknya dimiliki pemegang jabatan

7. Kompetensi (Competencies)
Kompetensi adalah karakteristik pribadi di mana seseorang yang berprestasi luar biasa (outstanding performer) dalam pekerjaan tertentu:
¨ Melakukannya lebih sering
¨ Melakukannya pada banyak situasi yang berbeda
¨ Melakukannya dengan hasil yang jauh lebih baik dari seorang yang berprestasi rata-rata (average performer)
Kompetensi mencakup pengalaman, pengetahuan, ketrampilan dan karakteristik pribadi.

Proses Analisa Jabatan

Oleh: Edy Susilo, Martin

Langkah - langkah sistematis yang harus dilakukan saat menjalankan proses analisa jabatan adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji Data-Data Organisasi
Data-data apa saja yang dikaji? Visi - Misi Organisasi, Pedoman Pengelolaan SDM, Peraturan Perusahaan (PP), Perjanjian Kerja Bersama, Struktur Organisasi, Task List, Daftar Posisi, Level Otoritas.


2. Melaksanakan analisa terhadap jabatan atau posisi
Langkah ini dapat dimulai dengan mengadakan observasi di lapangan (tempat tugas posisi yang dianalisa), mengedarkan questionire, melakukan interview dengan incumbent, atasan, bawahan dan rekan kerja untuk menghimpun daftar uraian pekerjaan dan indikator keberhasilan dari pekerjaan yang dilakukan.


3. Merumuskan draf uraian pekerjaan
Dengan menggunakan format yang telah disepakati oleh organisasi, analis jabatan menuliskan uraian pekerjaan dari jabatan yang sedang dianalisa. Contoh format dapat diambil dilink ini.


4. Mengajukan draf uraian pekerjaan
Selanjutnya analis mengajukan draf tersebut kepada atasan dan incumbent posisi yang dianalisa untuk mendapatkan masukan dan koreksi.


5. Menetapkan uraian pekerjaan
Setelah tidak ada koreksi dari atasan dan dari incumbent maka documen uraian pekerjaan dapat disahkan.


Suatu formulir uraian pekerjaan, biasanya mencantumkan hal-hal berikut ini:
1. Identitas Jabatan
2. Maksud Jabatan
3. Tanggungjawab Utama
4. Detail Tugas
5. Hubungan dengan Dalam dan Luar Organisasi
6. Wewenang
7. Persyaratan Jabatan
8. Struktur Organisasi
9. Pengesahan


Dokumen uraian jabatan tersebut harus selalu direvisi dan dikembangkan sejalan dengan dinamika dan kebutuhan organisasi. ***

Analisa Jabatan: Pengantar dan Konsep

Oleh: Edy Susilo, Martin

Analisa Jabatan atau Job Analysis adalah sebuah alat yang biasa digunakan dalam manajemen sumber daya manusia - MSDM. Alat ini diciptakan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dan lengkap mengenai suatu jabatan atau posisi. Gambaran lengkap dan menyeluruh yang dimaksud adalah uraian mengenai tanggungjawab dan tugas-tugas suatu jabatan (job description) dan uraian mengenai kualifikasi atau persyaratan yang dibutuhkan (job spesification) supaya tanggungjawab dan tugas tersebut dapat dijalankan dan memberikan unjuk kerja (performance) yang dapat diterima (average) dan luar biasa (outstanding).

Sajian informasi atau uraian dari analisa jabatan inilah yang akan digunakan dalam proses atau kegiatan MSDM yang lain. Begitu pentingnya alat ini sehingga ada yang menyebut job analysis ini sebagai alat yang utama dan pertama dalam MSDM. Fungsi MSDM lain yang akan mempergunakan dokumen hasil analisa jabatan (job description and job spesification) adalah perencanaan tenaga kerja (manpower planning), perekrutan dan penempatan (recruitment and placement), pengembangan organisasi (organisation development), pelatihan dan pengembangan (training and development), penggajian dan imbal jasa (compensation and benefit), hubungan industrial (industrial relation), dan juga sistem informasi SDM (human resources information sistem).

***

Kendati proses analisa jabatan dapat dilakukan sendiri oleh organisasi atau perusahaan, namun banyak perusahaan besar yang menyerahkan proses analisa jabatan ini kepada pihak ketiga atau para konsultan. Hal ini karena proses ini biasanya dilakukan sepaket dengan evaluasi jabatan (proses lain untuk menentukan nilai atau harga suatu posisi atau jabatan) sehingga membutuhkan tingkat independensi yang tinggi. Selain karena sumber daya internal yang belum mampu menangani proses ini.

Proses Analisa Jabatan:

Analisa jabatan akan dimulai dengan proses pengumpulan data-data dari internal organisasi. Data-data yang biasanya digunakan adalah dokumen visi misi perusahaan, dokumen peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, dokumen prosedur operasi yang sudah distandardisasikan, dan dokumen lain yang dapat memberikan histori jabatan yang akan dianalisa. Selanjutnya analis jabatan (sebutan untuk orang yang melakukan analisa jabatan) akan mempelajari dokumen tersebut dan menggali informasi mengenai suatu jabatan.

Setelah mendapatkan informasi dari data yang sudah ada, analis jabatan akan terjun ke lapangan mengadakan 1) Penyebaran questioner 2) Wawancara dengan pemangku jabatan/incumbent, atasan/superior, rekan/peer, dan bawahan/subordinate 3) Observasi. Proses terjun di lapangan ini dilakukan untuk organisasi yang proses bisnisnya sudah berjalan. Artinya sudah ada kegiatan yang dilakukan. Di lapangan ini, analis jabatan akan menggali mengenai: tanggungjawab dan wewenang jabatan, tugas-tugas yang dijalankan, prosedur standar dalam operasionalisasi, kendala dan hambatan, pihak yang biasa terlibat dalam penanganan pekerjaan (stake holders). Maka sebelum mengadakan wawancara, biasanya analis jabatan akan menyebarkan questioner yang berisi pertanyaan seputar hal tersebut di atas.

Ketika pulang dari lapangan, analis jabatan akan menggenggam informasi yang akan diramu menjadi uraian jabatan dan persyaratan jabatan. Dia akan membuat draf atas informasi tersebut. Draf uraian jabatan dan persyaratan jabatan tersebut selanjutnya akan dikonsultasikan kembali dengan atasan dan pemangku jabatan, sebelum disetujui oleh atasan dan pemangku jabatan.

Dalam tulisan-tulisan selanjutnya akan diurai secara lebih mendalam mengenai proses analisa jabatan, alat-alat yang biasa digunakan dalam analisa jabatan, dan hal teknis lainnya.

***